Siapakah sebenarnya kelompok yang mengklaim sebagai ‘Salafi’ yang akhir-akhir ini mulai marak? Kelompok yang sekarang mengaku-aku sebagai Salafi ini, dahulu dikenal dengan nama Wahabi. Tidak ada perbedaan antara Salafi yang ini dengan Wahabi. Kedua istilah itu ibarat dua sisi pada sekeping mata uang. Satu dari sisi keyakinan dan padu dari segi pemikiran. Sewaktu di Jazirah Arab mereka lebih dikenal dengan Wahhabiyah Hanbaliyah. Namun, ketika diekspor ke luar Saudi, mereka mengatasnamakan dirinya dengan ‘Salafi’, khususnya setelah bergabungnya Muhammad Nashiruddin al-Albani, yang mereka pandang sebagai ulama ahlihadis.3
Pada
hakikatnya, mereka bukanlah Salafi atau para pengikut Salaf. Mereka
lebih tepat jika disebut Salafi Wahabi, yakni pengikut Muhammad ibnu
Abdul Wahab yang lahir di Uyainah, Najd, Saudi Arabia tahun 1115
Hijriah (1703 Masehi) dan wafat tahun 1206 Hijriah (1792 Masehi). Pendiri
Wahabi ini sangat mengagumi Ibnu Taimiyah, seorang ulama kontroversial
yang hidup di abad ke-8 Hijriyah dan banyak mempengaruhi cara
berpikirnya (Lihat: Muhammad Abu Zahrah: Tarikh al-Mazhahib
al-lslamiyah al-Fiqhiyah, Dar al-Fikr al-Arabi, Cairo, h. 232).
Wahabi
berganti baju menjadi Salafi atau terkadang “Ahlussunnah” -yang
seringnya tanpa diikuti dengan kata “wal Jamaah”-, karena mereka merasa
risih dengan penisbatan tersebut dan mengalami banyak kegagalan dalam
dakwahnya. Hal itu diungkapkan oleh Prof. Dr. Sa’id Ramadhan al- Buthi
dalam bukunya, as-Salafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarakah La Madzhab
Islami. Dia mengatakan bahwa, Wahabi mengubah strategi dakwahnya dengan
berganti nama menjadi “Salafi” karena mengalami banyak kegagalan dan
merasa tersudut dengan panggilan nama Wahabi yang dinisbatkan kepada
pendirinya, yakni Muhammad ibnu Abdul Wahab.Apalagi, para ulama
berhasil menguak borok dan penyimpangan Wahabi. Di antara para ulama
yang telah membuka kedok Salafi Wahabi yaitu al-Allamah al-Kautsari,
al-Allamah al-Qusyalri, Mufti Mesir; Syaikh Prof. Dr. Ali Jum’ah,
al-Muhaddtis Sayyid Muhammad al-’Alawi al-Maliki, Syaikh Hasan ibnu Ali
Assegaf, Syaikh Ahmad al-Ghimari, Syaikh Abdullah al-Harari, dan
Iain-Iain. Oleh karena itu, sebagian kaum muslimin menamakan mereka
dengan Salafi Palsu atau Mutamaslif.
Untuk
menarik simpati umat Islam, Wahabi berupaya mengusung platform dakwah
yang sangat terpuji yaitu, memerangi syirik, penyembahan berhala,
pengkultusan kuburan, dan membersihkan Islam dari bid’ah dan khurafat.
Namun mereka salah kaprah dalam penerapannya, bahkan dapat dibilang,
dalam banyak hal mereka telah keluar dari ajaran Islam itu sendiri.
Persis seperti ungkapan Sayyidina Ali ketika menumpas kaum khawarij ,
“Qaul al-Haq yuradu bihi al-bathil” (kalimat yang benar tapi digunakan
untuk kebathilan). Para sahabat nabi SAW, imam madzhab, ulama salaf,
dan umat islam yang tidak sejalan dengan mereka dikafirkan bahkan tak
segan mereka bunuh (Lihat: Aqidah ahl as-Sunnah wa al-Jama’ah, Hasan bin Ali as-Saqqaf , Dar al-Imam an-Nawawi cetakan pertama hal. 213).
Tidak
ada satu pun riwayat shahih yang sampai kepada kita menerangkan bahwa
ada di antara para sahabat Nabi Saw., ulama salaf dan imam mujtahid
(Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Ahmad ibnu Hanbal, Imam
Tsauri dan lainnya) yang menyebut diri mereka dan para pengikutnya
sebagai kelompok Salafi. Hingga para Imam ahli hadis sekalipun -seperti
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan yang
lainnya-, tidak ada yang menyebut dirinya sebagai Salafi.
Sebagai
sebuah bahasa, kata “salaf’ -yang berarti pendahulu sudah lama muncul
dalam khasanah perbendaharaan kata dalam agama Islam, bahkan sejak
zaman Nabi Saw., tetapi tidak untuk arti “sekelompok orang yang
memiliki keyakinan sama” atau sebuah mazhab dalam Islam. Sebagai
contohnya, lihat saja misalkan ucapan salam yang diajarkan Nabi Saw.
kepada umatnya saat berziarah kubur yaitu, “Assalamu’alaikum ya ahla
al-qubur yaghfirullahu lana wa lakum antum salafuna wa nahnu bi
al-atsar: keselamatan untuk kalian wahai ahli kubur, semoga Allah
mengampuni kami dan kalian, kalian adalah para pendahulu kami,
sedangkan kami nanti pasti akan menyusul.” (HR. Tirmidzi dan Thabarani
bab Ma Yaqul ar-Rajul Idza Dakhal al-Maqabir 4/208 no. 975.
Ath-Thabarani: al-Mu’jam al-Kabir bab 3, 10/254 no. 12447). Dalam hadis
ini tertera kata “salaf’ yang artinya “para pendahulu”.
Adapun
awal mula munculnya “Salafi” sebagai istilah adalah di Mesir, setelah
usainya penjajahan Inggris. Tepat- nya, saat muncul gerakan pembaruan
Islam (al-ishlah ad- dtni) yang dipimpin oleh Jamaluddin al-Afghani dan
muridnya, Muhammad Abduh, di akhir abad ke-19 Masehi, yang dikenal
dengan gerakan Pan Islamisme. Untuk menumbuhkan rasa patriotisme dan
fanatik yang tinggi terhadap peijuangan umat Islam saat itu, di samping
dalam rangka membendung pengaruh sekulerisme, penjajahan dan hegemoni
Barat atas dunia Islam, Muhammad Abduh mengenalkan istilah “Salafi”.
Lalu,
dari manakah munculnya istilah “Salafi” untuk menggelari orang yang
mengklaim dirinya sebagai satu- satunya penerus ajaran as-salafu
ash-shalih, yakni para sahabat, tabiln dan tabi’at-tabim? Yang jelas,
bukan dari sahabat Nabi Saw., bukan dari para ulama salaf terdahulu,
bahkan bukan pula dari para imam ahli hadis sekalipun. Nashiruddin
al-Albani lah yang pertama kali mempopulerkan istilah ini, sebagaimana
terekam dalam sebuah dialognya dengan salah satu pengikutnya, yaitu
Abdul Halim Abu Syuqqah, pada bulan Juli 1999/Rabiul Akhir 1420 H
(Lihat Majalah As-Sunnah edisi 06\IV\1420, h. 20-25.)
Seiring
dengan kelihaiannya dalam ‘mengaduk-aduk’ hadis, Albani sebagai
pendatang baru di ranah Wahabi, juga lihai dalam meracik nama baru
untuk me-refresh dan meremajakan faham yang kian memiliki image negatif
di dunia Islam itu. Dia sangat berjasa bagi kelanjutan dakwah Salafi
Wahabi dengan ide istilah “salafi”-nya itu.
Yang
patut direnungkan, bukankah penggunaan istilah seperti itu juga
merupakan “hal baru dalam agama” alias bid’ah, suatu kata yang selalu
mereka dengung-dengungkan dalam menghantam umat Islam?
(Dikutip oleh SARKUB.COM dari Buku Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi karya Syaikh Idahram dengan perubahan seperlunya)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar